Kamis, 07 Februari 2008

Apa arti berilah pipi kirimu?

Matius 5:39: Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.

Ayat ini adalah ayat yang sangat kontroversial dan beberapa aliran agama sering mengutipnya. Sebenarnya apa arti ayat ini? Apakah orang kristen akan membiarkan dirinya ditindas, diperlakukan sewenang-wenang? Atau membiarkan kejahatan tetap ada di mata kita. Jika ada orang yang mengambil uang perusahaan kita dan itu merugikan kita apakah kita akan membiarkannya?

Ayat ini sebenarnya bercerita tentang kebiasaan yang umum dan terkadang orang merasa wajar kalau membalasnya. Saya berikan contoh jika saudara adalah perempuan dan pacar saudara mendua dengan perempuan lain tentunya sudah sewajarnya kalau kita tidak mau bertegur sapa atau kenal lagi dengan laki-laki itu. Atau jika saudara adalah seorang pegawai yang sangat berdedikasi suatu saat oleh atasan anda dituduh macam-macam dan diragukan dedikasinya. Maka anda belum tentu mau bekerja dengan motivasi semula malah mungkin motivasinya makin rendah dan bahkan berusaha untuk keluar dari perusahaan tersebut Atau misalkan anda adalah seorang dokter yang sangat terkenal tiba-tiba anak anda meninggal dan sebagai dokter anda merasa tidak mampu mengobatinya tentunya adalah wajar untuk masuk ke masa duka selama berbulan-bulan bahkan bertahun tahun. Seorang istri yang dirumah dan merawat anak-anaknya merasa wajar kalau suaminya harus memperlakukannya dengan baik dan tidak semena-mena.

Banyak sekali kebiasaan sebagai reaksi dari suatu demotivasi dan penderaan yang dianggap wajar. Tetapi semua tindakan reaksi yang berupa balasan ini tidak diinginkan oleh Tuhan. Apapun yang terjadi baik penderitaan, kehilangan, kenistaan, kemiskinan kita harus berpikir berulang kali bagaimana cara menyikapinya. Sikap pembalasan terhadap keadaan akan membawa kita pada dosa yang lain dan kehilangan iman kita. Segala tindakan sesaat terkadang lupa bahwa pada masa datang kegiatan ini bisa menjadi lubang kecil yang menggerogoti iman dan kepercayaan kita. Sebagai contoh jika kita selalu mengeluh sebagai kewajaran dari keadaan yang tidak diharapkan maka jiwa kita akan sakit, keluhan akan menjalar ke segala segi kehidupan. Mulai dari pekerjaan, keluarga, teman, sampai akhirnya kepada ketidakadilan Tuhan.

Mengapa bisa demikian? Mungkin terasa dibesar-besarkan. Awal dari ketidakpercayaan adalah tidak dipupuknya iman. Awal tidak adanya iman adalah keluhan. Awal adanya keluhan adalah membiarkan hawa napsu menguasai jiwa. Awal dari hawa napsu adalah semua indera kita. Jadi bagaimana? Kebiasaan tidaklah salah tetapi jangan membenarkan kebiasaan hendaknya membiasakan yang benar.

Lalu yang benar itu seperti apa? Berulang kali dalam hidup saya mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana. Semua kesesakan langsung dibalas dengan tindakan negatif. Setelah beberapa lama semua kondisi yang negatif saya coba tanyakan kepada Tuhan melalui firmanNya, bagaimana harus disikapi. Hampir semua jawabannya adalah tidak melakukan tindakan balasan dan tetap bekerja dan berbuat minimum seperti biasa bahkan lebih baik dari biasanya. Semuanya kita lihat terjadi atas hidup kita tetapi napsu kita tidak dipupuk (Pengkhotbah 6:9).

Apa ada orang yang bisa sabar ? Akhir dari hidup ini adalah buat Tuhan dan yang menilai adalah juga Tuhan kita:
Wahyu 2:19: Aku tahu segala pekerjaanmu: baik kasihmu maupun imanmu, baik pelayananmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang pertama.

Apa Arti Memikul kuk

Matius 11:29-30: "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kuk itu? Ada yang menafsirkan kuk sebagai suatu tugas yang harus dikerjakan selagi muda (Ratapan 3:27). Kuk disini dinyatakan sebagai beban dan tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh seorang yang diberi tanggung jawab. Jika kuknya berupa perhambaan maka kuk ini berupa beban yang tidak dapat dilepaskan kecuali oleh Kristus (Galatia 5:1).

Tetapi ada tafsir lain yang menarik dari ayat pada Matius 11:29-30 ini yaitu kuk berupa konsekuensi. Orang kristen yang meneladani Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak lepas bebas begitu saja tetapi ada konsekuensi yang harus ditempuh, yang menurut ayat ke 30 konsekuensi ini ringan. Seperti apa konsekuensi itu? Mudah saja banyak firman yang meminta untuk dikerjakan misal kabarkan injil ke ujung bumi, jadikan pemuridan, renungan firman baik siang maupun malam, kerjakan pekerjaan seperti mengerjakan buat Tuhan Allahmu, jangan mengantakan saksi dusta, berilah saudaramu yang kekurangan, kunjungilah para janda, berilah perpuluhan. Wah banyak lagi.

Masalahnya kita kadang tidak melakukannya atau merasa konsekuensi ini berat meskipun sudah dikatakan bahwa konsekuensi berupa kuk ini bebannya ringan tapi tetap tidak percaya. Memang manusia mahluk yang aneh. Misal ada tertulis adalah baik bagi umatku jika mengadakan persekutuan tapi banyak orang dengan berbagai alasan tidak mau ke gereja. Atau hormatilah ayah ibu mu tapi anak sekarang merasa lebih pintar dan tidak perlu menghormati ortunya. Ada juga janganlah bekerja dari pagi sebelum matahari terbit sampai lewat malam. Karena Allah akan memberi berkat pada saat kamu tidur. Tetapi orang tidak percaya kalau ada ayat seperti ini sehingga mengambil konsekuensi lain yaitu membanting tulang dengan tetap tidak merasa kecukupan.

Beberapa firma di atas tidak dilengkapi dengan ayat. Bila ada rekan-rekan yang tahu mohon diisi dalam kolom komentarnya